Daerah  

Dugaan Pungli Pembuatan Sertifikat PTSL di Nagari Mungo, Warga Dikutip Biaya Hingga Rp750 Ribu, Akhirnya Dikembalikan, Persoalan pun Selesai

Kuitansi yang menjadi bukti adanya pungutan di luar ketentuan dan persoalan itu sudah selesai
Kuitansi yang menjadi bukti adanya pungutan di luar ketentuan dan persoalan itu sudah selesai

LIMAPULUH KOTA-Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang seharusnya memberikan kemudahan dan keringanan kepada masyarakat kini menjadi sorotan tajam. Pasalnya, warga di Nagari Mungo, Kecamatan Luak, Kabupaten Limapuluh Kota, justru dibebani biaya hingga Rp750 ribu untuk penerbitan sertifikat tanah.

Menurut seorang warga, Syafri, program PTSL semestinya gratis karena semua biaya sudah ditanggung pemerintah. Namun, fakta di lapangan berkata lain. “Kami diminta membayar Rp500 ribu di luar biaya resmi Rp250 ribu. Ini jelas membebani dan tidak sesuai aturan,” ungkapnya kepada wartawan, Kamis (26/12/2024).

Syafri menegaskan, biaya pengukuran tanah dan penerbitan sertifikat sebenarnya sudah sepenuhnya dibiayai pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN). Warga hanya perlu menyiapkan dana untuk pemasangan tanda batas, materai, dan pengisian dokumen yang telah ditetapkan sebesar Rp250 ribu sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri.

Namun, di Nagari Mungo, warga justru diminta membayar tambahan Rp500 ribu, yang diduga dilakukan oleh aparat nagari dan pucuak adat. Dengan pungutan ini, warga harus mengeluarkan total Rp750 ribu per sertifikat, jauh di atas biaya yang diatur dalam regulasi.

Baca Juga  Wakil Bupati Asahan Minta Kepala Desa Pahami PTSL

Walinagari Mungo, Muhammad Suhardi Dt. Rajo Penghulu mengonfirmasi adanya pungutan Rp500 ribu tersebut. Menurutnya, dana itu diterima langsung oleh pucuak adat nagari. “Setahu saya, uang itu sudah dikembalikan kepada masyarakat. Namun, awalnya memang ada kuitansi yang mencantumkan pungutan untuk PTSL, padahal program itu seharusnya gratis,” katanya.

Pucuak Adat Nagari, Arnedi Dt. Rajo Malikan mengakui pungutan tersebut dilakukan atas kesepakatan bersama. Dana yang terkumpul disebut untuk kebutuhan Kerapatan Adat Nagari (KAN). “Semua uang yang kami pungut sudah dikembalikan. Jadi, sekarang tidak ada masalah lagi,” ujarnya.

Meski dana sudah dikembalikan, warga tetap merasa dirugikan. Syafri menilai kejadian ini mencoreng integritas program pemerintah dan menunjukkan lemahnya pengawasan di tingkat nagari. “Seharusnya aparat nagari mendukung program pemerintah, bukan malah memanfaatkannya untuk pungutan tambahan,” katanya.

Baca Juga  Rp12 Miliar Dana Pembangunan Mengalir ke Nagari Batu Bajanjang

Ketua Badan Musyawarah Nagari (Bamus) Mahfuzil Masni pun turut angkat bicara. Ia menyebut telah mengingatkan wali nagari dan pucuak adat, namun praktik pungutan tetap berlangsung. “Kami berharap kejadian ini menjadi pelajaran. Pengawasan harus diperketat agar kejadian serupa tidak terulang,” tegasnya. (jnd)

Baca berita lainnya di Google News




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *