opini  

Child Grooming: Cinta atau Eksploitasi?

Ilustrasi. (kompas.com)
Ilustrasi. (kompas.com)

Di era modern ini, kita sering kali dihadapkan pada fenomena pacaran anak di bawah umur dengan orang dewasa. Hal ini tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat biasa, tetapi juga di kalangan selebriti dan publik figur. Banyak kasus yang terungkap di mana anak di bawah umur berpacaran dengan orang dewasa yang jauh lebih tua.

Namun, apakah kita sadar bahwa hal ini dapat menjadi bagian dari child grooming, yaitu bentuk kekerasan seksual yang melibatkan pembangunan hubungan dan kepercayaan dengan anak-anak atau remaja, serta keluarganya, dengan tujuan untuk mengeksploitasi secara emosional, fisik atau seksual?

Child grooming adalah suatu bentuk kekerasan seksual yang melibatkan pembangunan hubungan dan kepercayaan dengan anak-anak atau remaja, serta keluarganya, dengan tujuan untuk mengeksploitasi secara emosional, fisik atau seksual. Hal ini dapat menyebabkan dampak negatif yang signifikan dan berkepanjangan bagi korban. Dampak jangka panjangnya meliputi kecemasan, depresi, trauma, dan kesulitan membentuk hubungan sehat.

Perbedaan usia antara anak-anak dan orang dewasa sering kali dimanfaatkan oleh pelaku child grooming untuk membangun hubungan yang tidak seimbang. Pelaku memanfaatkan rasa hormat dan kepercayaan anak-anak terhadap orang dewasa untuk memenuhi keinginan mereka. Akibatnya, anak-anak yang menjadi korban child grooming mengalami kesulitan emosional, kesulitan tidur, cemas, dan kesulitan konsentrasi.

Banyak kasus pacaran anak di bawah umur yang terungkap di media massa. Salah satu contoh adalah kasus JB yang berpacaran dengan SM yang masih di bawah umur. Kasus lainnya adalah pasangan AS dengan RS. Sebagai publik figur, mereka seharusnya tidak memberikan contoh yang tidak baik kepada penggemarnya dengan berpacaran dengan anak di bawah umur.

Seharusnya JB dan AS yang lebih dewasa dalam memahami bahwa anak di bawah umur memiliki pola pikir yang labil. Seharusnya sebagai seorang laki-laki mereka bisa berpikir bahwa tidak boleh berpacaran dengan anak di bawah umur. Dan mereka harus sadar bahwa ini sudah masuk ranah child grooming.
Tak hanya itu, kasus artis berpacaran di bawah umur ini juga memperlihatkan gaya pacaran yang dewasa, tidak sesuai dengan umur mereka. Sehingga memicu perpecahan keluarga, yang tidak senang anaknya yang masih di bawah umur dipacari oleh orang yang telah dewasa.

Baca Juga  Pengaruh Faktor Sosial Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Barat

Bukan hanya di kalangan selebriti, kasus pacaran anak di bawah umur juga terjadi di sekolah. Salah satu contoh adalah kasus di Gorontalo, di mana seorang murid berpacaran dengan gurunya karena merasa gurunya memberikan perhatian lebih, mengayomi serta membantunya membuat tugas. Setelah berpacaran, gurunya merasa punya hak lebih atas muridnya itu sehingga melakukan pelecehan seksual terhadap muridnya. Padahal guru tersebut telah memiliki istri.

Hal ini menunjukkan bahwa pacaran anak di bawah umur dapat menjadi bagian dari child grooming, yang memiliki pengaruh yang buruk terhadap anak. Oleh karena itu, kita harus lebih waspada dan peduli terhadap anak-anak di sekitar kita.

Pacaran anak di bawah umur dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap anak. Dampak tersebut meliputi:

  1. Kesulitan emosional: Anak-anak yang berpacaran dengan orang dewasa dapat mengalami kesulitan emosional, seperti cemas, depresi, dan trauma.
  2. Kesulitan konsentrasi: Anak-anak yang berpacaran dengan orang dewasa dapat mengalami kesulitan konsentrasi, sehingga prestasi akademik mereka dapat menurun.
  3. Perpecahan keluarga : Hubungan yang tidak sehat ini dapat menyebabkan ketegangan dalam keluarga, terutama jika orang tua tidak setuju dengan hubungan tersebut. Ketidakpuasan ini dapat memicu konflik dan perpecahan di dalam rumah tangga.
  4. Ketidakpahaman tentang cinta: Anak-anak di bawah umur sering kali belum sepenuhnya memahami konsep cinta dan hubungan yang sehat. Mereka mungkin terjebak dalam hubungan yang tidak seimbang dan berisiko tinggi, yang dapat mengakibatkan pengalaman traumatis.
  5. Normalisasi perilaku berbahaya: Ketika anak-anak melihat orang dewasa berpacaran dengan mereka, mereka mungkin mulai menganggap perilaku tersebut sebagai hal yang normal. Ini dapat mengarah pada siklus kekerasan dan eksploitasi yang lebih luas di masyarakat.
Baca Juga  Menciptakan Birokrasi Berintegritas dan Akuntabel: Wujudkan Pemerintahan yang Baik

Untuk mencegah fenomena pacaran anak di bawah umur dan child grooming, pendidikan dan kesadaran sangatlah penting. Orang tua, pendidik, dan masyarakat harus berperan aktif dalam memberikan pemahaman kepada anak-anak tentang hubungan yang sehat dan batasan yang tepat. Pendidikan seks yang komprehensif juga dapat membantu anak-anak memahami tubuh mereka, hak-hak mereka, dan bagaimana melindungi diri dari situasi yang berbahaya.

Selain itu, masyarakat perlu lebih peka terhadap tanda-tanda child grooming. Jika ada indikasi bahwa seorang anak terlibat dalam hubungan yang tidak sehat dengan orang dewasa, penting untuk segera melaporkan dan mencari bantuan. Dukungan dari keluarga dan teman-teman juga sangat penting untuk membantu anak-anak merasa aman dan terlindungi. (Anisa Ulfadila, Mahasiswa Sejarah Universitas Andalas)

Baca berita lainnya di Google News




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *