LINGGA-Proyek Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dengan merek Gunung Daek yang dikelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Selingsing Mandiri sempat menjadi harapan baru bagi perekonomian Kabupaten Lingga.
Dirintis di masa pemerintahan Bupati Alias Wello, proyek ini diharapkan menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) unggulan sekaligus membuka lapangan pekerjaan dan menopang ekonomi masyarakat.
Namun, harapan itu pupus di masa kepemimpinan Bupati Muhammad Nizar dan Sekretaris Daerah (Sekda) Lingga saat itu, Syamsudi.
Proyek ini awalnya digadang-gadang akan menjadi terobosan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Lingga, khususnya bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) di pedesaan.
Air dari Gunung Daek, yang dikenal karena kualitasnya yang murni dan segar, menjadi komoditas bernilai tinggi. Proyek ini berhasil diluncurkan dan memasuki tahap produksi massal. Namun, di tengah perjalanan, proyek ini terhenti tanpa kelanjutan yang jelas.
Saat produksi Air Mineral Gunung Daek dimulai, para pedagang kecil dan UMKM di Lingga, khususnya di wilayah pedesaan, merasakan manfaat langsung. Salah satu pedagang dari Desa Marok Tua, Cung Lai, menceritakan bagaimana produk ini cepat terjual dan menghasilkan keuntungan besar.
“Kami pernah ambil 10 dus, tidak sampai seminggu sudah habis. Pada bulan berikutnya, masih ada stok. Produk ini sempat berjalan selama dua bulan, namun tiba-tiba sudah tidak ada lagi,” ungkapnya.
Menurut Cung Lai, rasa air mineral ini sangat khas dan segar, membuatnya diminati oleh banyak konsumen. Bahkan, produk ini sempat dijual hingga ke luar daerah Lingga.
“Saya pernah kirim beberapa dus ke Jambi. Mereka meminta dalam stok banyak, tapi agen sudah tidak punya stok lagi,” tambahnya.
Menurut salah satu sumber dari pemerintahan, proyek ini terhenti bukan karena masalah keuangan, melainkan karena ketidakseriusan pemerintah daerah dalam melanjutkan proyek strategis ini. Sumber tersebut mengungkapkan adanya miskomunikasi dan ketidaksepakatan antara Sekda Lingga saat itu, Syamsudi dan Bupati Muhammad Nizar.
“Proyek ini hanya terhambat karena masalah administrasi. Anggarannya ada, tapi Sekda waktu itu keberatan menandatangani dokumen untuk tambahan modal. Sayangnya, Bupati Nizar tidak memberikan instruksi tegas atau mencari alternatif lain untuk melanjutkan proyek ini,” jelas sumber tersebut.
Kegagalan melanjutkan proyek Air Gunung Daik ini disayangkan banyak pihak, karena proyek tersebut berpotensi besar tidak hanya sebagai sumber PAD baru, tetapi juga sebagai dukungan nyata bagi perekonomian masyarakat Lingga, terutama UMKM.
Kini, Air Gunung Daik yang pernah menjadi kebanggaan Lingga hanya tinggal kenangan. Proyek yang diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui sektor air minum ini seolah hilang ditelan ketidakseriusan pemerintah daerah dalam menyikapi peluang ekonomi.
Ke depan, dengan kembali majunya Alias Wello sebagai Bupati Lingga, banyak yang berharap agar pemerintahan AWe nantinya dapat kembali menghidupkan dan memperhatinkan potensi-potensi yang ada, salah satunya Air Gunung Daik.
“Semoga dibuat lagi, dan dengan jumlah yang lebih besar lagi, karena ini sangat potensi, tidak hanya bagi pemasukan daerah, tapi juga berdampak bagi UMKM menengah bawah,” sebut warga. (*)