SOLOK–Bertugas di daerah terpencil dan tidak memiliki moda transportasi jelas tidak mudah, apalagi arus komunikasi udara tidak lancar. Itulah yang dirasakan oleh Maria Eva dan Desi Melani, dua bidan Kabupaten Solok yang lama mengabdi di daerah terpencil dan terisolir. Namua keduanya tidak menyerah dengan kondisi alam yang ada.
“Suatu kali, pasien ditandu datang ke poskesri (pos kesehatan nagari) untuk mendapatkan pengobatan” ujar Desi Melani, Bidan Desa di Lubuk Rasam, Nagari Surian, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Solok, Rabu (26/9/2008). Tidak ada kendaraan yang bisa dimanfaatkan untuk ke polindes, selain berjalan kaki. Di bawa dengan kendaraan roda dua pun susah, sementara angkutan umum memang belum ada sama sekali.
Lubuk Rasam, termasuk salah satu jorong yang ada di Nagari Surian. Jarak dari pusat pemerintahan nagari sekitar 14 km. Jalan belum tersentuh aspal. Masih jalan tanah yang sulit dilewati oleh kendaraan bermotor, termasuk kendaraan roda dua. Karena itulah, jika ingin ke jorong ini, jangan pada musim penghujan. Ongkos ojek bisa lebib tinggi.
“Biasanya ojek Rp150.000/penumpang,” jelas Melan, panggilan akrab Desi Melani. Jika sudah berlangganan, kadang bisa Rp100.000 untuk sekali perjalanan, tetapi pada musim hujan, ceritanya berbeda, ongkos ojek bisa di atas Rp150.000. Ojek yang tersediapun jarang, karena tidak semua pengojek mau dan mampu melewati jalur dengan tanah berlumpur ini.
Salah satu kendala dalam layanan kesehatan, jelas Melan, adalah masalah transportasi. Tidak semua warga memiliki kendaraan bermotor, apalagi transportasi umum tidak ada sama sekali di sini hingga sekarang. Karena itulah saat ada warga yang sakit, dibutuhkan waktu yang lama karena harus berjalan kaki. Jika pasien sudah sakit parah, keluarga membuat tandu, kemudian menandu pasien ke polindes.
“Kasus stunting nyaris tidak ada di sini,” ujar Desi Melani, saat ditanya upaya mencegah stunting. Ia selalu mengingatkan para ibu saat hadir di Posyandu agar selalu memperhatikan nutrisi untuk tumbuh kembang anak. Para ibu hamil maupun yang memiliki anak balita, yang tidak sempat hadir di Posyandu akan dikunjungi ke rumah masing-masing bersama kader.
“Stunting sangat dipengaruhi oleh seribu hari pertama kehidupan, dimulai dari dalam kandungan,” ujar Melan. Karena itulah, orang tua, terutama ibu, diharapkan memperhatikan kecukupun nutrisi untuk anaknya. Sang ibu tentu terlebih dahulu memperhatikan nutrisi atau gizi untuk dirinya. Jika tumbuh kembang anak berusia 0-59 bulan sudah diperhatikan, biasanya kasus stunting bisa dicegah.
Gejala Stunting, jelas Melan, akan terlihat dari anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya, proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih muda/kecil untuk usianya, berat badan rendah untuk anak seusianya, dan pertumbuhan tulang tertunda.
Dalam https://www.republika.co.id, yang diunduh pada Kamis (27/9), WHO menetapkan batas toleransi stunting (bertubuh pendek) maksimal 20 persen atau seperlima dari jumlah keseluruhan balita. Sementara, di Indonesia tercatat 7,8 juta dari 23 juta balita adalah penderita stunting atau sekitar 35,6 persen. Sebanyak 18,5 persen kategori sangat pendek dan 17,1 persen kategori pendek. Ini juga yang mengakibatkan WHO menetapkan Indonesia sebagai Negara dengan status gizi buruk.
“Belum semua warga menyadari stunting ini,” ujar Melan. Ada kalanya mereka mengalami sakit karena kurangnya asupan gizi, tetapi mereka memilih berobat ke dukun. Kalau obat dukun belum menyembuhkan baru dibawa ke poskesri atau tenaga medis. Ia berusaha untuk memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat, agar memeriksakan kesehatan secara teratur. Kalau mereka tidak datang ke Posyandu, pihaknya bersama kader melakukan kunjungan rumah.
Sementara Maria Eva, yang lama bertugas di Kipek, Kecamatan Payung Sekaki, memiliki cara lain untuk mencegah stunting tersebut. Ia mengajak para ibu hamil dan memiliki anak balita untuk selalu berdialog dengan jabang bayi dan balita tersebut.
“Teruslah berdialog dengan anak yang masih dalam kandungan,” jelas Maria Eva. Komunikasi atau dialog ini akan memengaruhi tumbuh kembang anak sejak usia empat bulan dalam kandungan, atau sejak roh ditiup ke dalam diri anak. Ibu hamil diharapkan bisa berdialog dan berbicara dengan anaknya, sekalipun tidak ada respon secara visual.
Sang ibu diharapkan mengatakan apapun aktivitas terbaiknya kepada anak sejak awal kehamilan. Misalnya saat akan salat, sang ibu bisa mengatakan , Kita salat dulu ya, atau kita membaca Al Quran dulu. Jika perlu sampaikan juga surat dan ayat yang dibaca. Begitupun saat memakan sesuatu, katakan juga “Yuk kita makan buah, jika perlu ajak anak untuk berdoa bersama.
“Kadangkala kita seperti orang gila karena berbicara sendiri,” ujar Maria Eva. Sadarilah, kita tidak berbicara sendiri, kita sedang berdialog dengan anak yang dalam kandungan. Sekalipun tidak ada respon, tetapi akan memengaruhi memorinya. Bukankah anak seperti kertas putih yang masih polos, dialog, perbuatan, atau semua aktivitas sang ibu selama kehamilan dan menyusui itu akan berpengaruh kepada sang anak.
“Jangan lupa memberikan ASI Eksklusif,” ingat Maria Eva, yang sejak Agustus 2018 ini pindah tugas ke Panarian, Kecamatan Gunung Talang. Sang ibu diharapkan tidak memberikan nutrisi tambahan selama pemberian ASI Eksklusif ini. Karena air susu ibu ini sudah memiliki kandungan gizi yang mencukupi untuk tumbuh kembang anak.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Solok, Sri Efianti memberikan dukungan kepada para bidan desa yang sudah menjalankan tugas dengan baik. Apalagi mereka yang bertugas di daerah tertinggal, tantangannya lebih banyak lagi. Karena itu, bidan desa perlu mendapat perhatian.
“Kita memberikan kesempatan kepada para bides untuk menambah ilmu dan keterampilannya,” ujar Sri Efianti. Jika ada panggilan diklat atau bimbingan teknis, maka ia memberikan kesempatan secara merata, termasuk kepada para bidan desa ini. Diklat dan bimtek tidak hanya untuk tenaga medis dan paramedis yang ada di puskesmas atau pustu, mereka yang berada di jorong atau nagari pun diberi kesempatan yang sama untuk mendapatkannya. (Waitlem)