SAWAHLUNTO-Sebuah isu sensitif yang sudah lama beredar akhirnya mencuat ke permukaan. Isu ini terkait dengan adanya pejabat di lingkungan pemerintahan setempat yang terlibat dalam praktik LGBT. Meskipun telah menjadi pembicaraan di kalangan tertentu, isu ini tampaknya sengaja dibiarkan tenggelam di balik rapatnya pintu-pintu pemerintahan.
Ada anggapan kasus ini, serta masalah lainnya terkait LGBT, sengaja didiamkan dan tidak mendapat perhatian yang serius demi menjaga status Kota Layak Anak (KLA).
Sawahlunto yang tengah berusaha mempertahankan atau bahkan meraih penghargaan tersebut, terancam menghadapi situasi yang bisa merusak citra positif yang sudah dibangun. Diduga, beberapa kasus ini sengaja ditutup-tutupi demi menjaga status tersebut semakin menguat dengan adanya keengganan untuk menindaklanjuti praktik-praktik yang tidak sesuai dengan nilai moral yang berlaku di masyarakat.
Sumber terpercaya menyebutkan, isu terkait praktik LGBT dalam jajaran pejabat Sawahlunto sebenarnya telah diketahui sejak masa Penjabat Wali Kota Zefnihan, namun karena statusnya sebagai pejabat sementara, langkah konkret untuk menindaklanjuti hal ini tidak dapat dilakukan. Keadaan ini memberi kesan, keberlanjutan penanganan masalah semacam ini bisa terhambat oleh faktor-faktor politik dan administratif yang lebih besar, terutama menjelang pergantian kepemimpinan.
Yang lebih mencemaskan, data dari Dinas Kesehatan Sawahlunto mengungkapkan fakta yang mengawatirkan terkait penyebaran HIV. Sejak 2019 hingga 2023, tercatat dua kematian akibat HIV, sementara 46 orang telah terinfeksi selama dekade terakhir, dengan hanya 22 orang yang masih bertahan hidup. Angka ini menunjukkan dampak nyata dari perilaku yang berkaitan erat dengan praktik LGBT, yang seharusnya menjadi perhatian lebih besar bagi masyarakat dan pemerintah.
Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan, salah satu diduga pelaku LGBT aalah mantan anak panti asuhan inisal (F) di Sawahlunto yang terlibat dalam kasus ini bahkan sempat menjadi korban di masa lalu, yang saat ini telah menjadi pelaku di Bali dan mempunyai pacar sesama jenis
Dikutip dari Jurnal Sumbar, beredar juga kabar di Kementerian Agama Sawahlunto, terdapat satu pasang ASN yang dikenal sebagai pasangan sesama jenis. Hal ini sudah menjadi pembicaraan umum, meskipun belum ada langkah tegas yang diambil untuk mengatasinya.
Bukan hanya soal moralitas, isu ini juga menyentuh aspek kesehatan masyarakat yang tidak boleh dianggap remeh. Dengan adanya angka kematian dan infeksi HIV yang terus meningkat, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk lebih proaktif dalam menangani masalah ini. Penanggulangan LGBT bukan sekadar tentang tindakan hukum, tetapi juga bagaimana mencegah penularan penyakit yang dapat merugikan banyak pihak, khususnya generasi muda yang menjadi harapan masa depan.
Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan komitmen yang jelas dan tegas dari pemerintah serta seluruh elemen masyarakat. Masyarakat perlu terlibat lebih dalam untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas dari bahaya penyakit menular. Pemerintah, di sisi lain, harus memastikan keputusan-keputusan yang diambil bukan hanya untuk meraih status semata, tetapi juga untuk melindungi kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
Isu ini mengingatkan kita bahwa keberhasilan sebuah kota dalam meraih status tertentu tidak seharusnya mengesampingkan masalah-masalah sosial yang bisa berdampak buruk dalam jangka panjang. Langkah-langkah preventif yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat harus segera diambil untuk memastikan bahwa Sawahlunto tidak hanya menjadi kota yang layak untuk anak-anak, tetapi juga kota yang sehat dan aman bagi seluruh warganya.
Inilah saatnya bagi pemerintah dan masyarakat Sawahlunto untuk bersama-sama menegakkan komitmen moral yang kuat demi kebaikan bersama, mengatasi permasalahan ini dengan sungguh-sungguh, dan memastikan masa depan yang lebih baik bagi generasi yang akan datang.
Malu kita dengan orang. Saatnya bergandengan tangan menuju Sawahlunto yang gemilang,(iz)