Di zaman era digital sekarang telah banyak mengubah lanskap kehidupan manusia secara fundamental, termasuk dalam praktik pengasuhan dan pendidikan anak. Fenomena yang semakin mengkhawatirkan adalah normalisasi penggunaan gadget pada anak usia dini, yang kini dianggap lazim di tengah masyarakat.
Orang tua, dengan berbagai alasan seperti kesibukan kerja atau upaya menenangkan anak yang rewel, kerap memberikan akses tidak terbatas kepada anak-anak untuk menggunakan perangkat digital seperti telepon pintar dan tablet.
Tidak hanya itu, orang tua membiarkan anaknya untuk menonton film dengan waktu yang sangat lama. Lebih mirisnya anak usia dini sudah ada yang memiliki gadget pribadi, dengan alasan orang tua yang tidak tega melihat anak-anak nya menangis dan tidak mau makan.
Padahal dari kondisi ini, mampu menjadikan karakter anak yang sangat manja dan ketergantungan terhadap gadget. Karena jika anak sudah di biasakan untuk bermain game online dan menonton film maka akan terbiasa dengan aktivitas tersebut dan sangat sulit untuk di berhentikan.
Sangat jauh berbeda dengan anak jaman dulu, orang tua lebih mengarahkan anak-anak nya untuk bermain tradisional yang mana lebih aman dan mengajarkan sang anak untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
Dulunya, anak-anak bermain kasti, lompat tali dan congklak serta permainan lainnya. Dari sini terlihat perbedaan pola asuh orang tua di era jaman dulu dengan orang tua jaman sekarang. Anak usia dini, yang berada pada fase kritis pembentukan karakter dan perkembangan otak, dihadapkan pada paparan teknologi berlebihan.
Gadget mampu menghambat cikal bakal periode emas bangsa (golden age) yang seharusnya dioptimalkan untuk pengembangan aspek fundamental seperti motorik, kognitif, sosial, dan emosional, kini tereduksi menjadi interaksi pasif dengan layar digital. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah menegaskan bahwa anak di bawah usia lima tahun sebaiknya membatasi penggunaan media digital tidak lebih dari satu jam per hari.
Namun, realitas empiris nya menunjukkan durasi penggunaan yang jauh melampaui rekomendasi tersebut. Banyak sekali anak usia dini yang sudah memakai kacamata akibat bermain gadget terlalu lama, sangat disayangkan sekali hal itu mampu menjadikan anak susah di masa depan karena keterbatasan mata yang sudah minus.
Apalagi di era sekarang kesehatan adalah nomor satu, dan bahkan kebanyakan instansi mengharuskan adanya surat kesehatan. Jika di lihat lebih dalam, dampak dari gadget ini bukan hanya pada mata saja. Namun, pada kesehatan psikologis dan jasmani sangat lah terasa dampaknya karena kekurangan aktivitas.
Dari adanya permasalahan ini dapat merusak apa yang diharapkan pemerintah sebagai generasi emas bangsa. Dimana anak-anak yang seharusnya menjadi harapan masa depan, malah tumbuh dengan berbagai keterbatasan akibat paparan teknologi yang tidak terkendali. Anak-anak usia dini berisiko kehilangan kesempatan dalam mengembangkan keterampilan esensial untuk menghadapi tantangan masa depan.
Permasalahan penggunaan gadget pada anak usia dini telah menciptakan berbagai polemik serius yang perlu mendapat penanganan dan perhatian khusus. Dari aspek perkembangan otak, menunjukkan bahwa paparan berlebihan terhadap layar digital dapat mempengaruhi perkembangan area otak yang bertanggung jawab atas fungsi eksekutif, termasuk kemampuan dalam berkonsentrasi, mengendalikan impuls, dan merencanakan tindakan.
Anak-anak yang terbiasa dengan stimulus instan dari gadget cenderung mengalami kesulitan ketika menghadapi tugas yang membutuhkan kesabaran dan fokus berkelanjutan.
Selain itu, interaksi yang seharusnya terjalin secara langsung dengan teman sebaya dan orang dewasa tergantikan oleh komunikasi virtual yang minim sentuhan emosional. Akibatnya, anak-anak kehilangan kesempatan berharga untuk belajar membaca ekspresi wajah, memahami bahasa tubuh, dan mengembangkan empati. Keterampilan sosial yang seharusnya terasah melalui bermain bersama dan menyelesaikan konflik secara langsung menjadi terhambat.
Tidak hanya itu, normalisasi gadget juga berdampak signifikan terhadap perkembangan bahasa dan kreativitas anak. Komunikasi satu arah dengan perangkat digital mengurangi kesempatan anak untuk mengembangkan kemampuan berbahasa melalui percakapan aktif. Kreativitas yang seharusnya berkembang melalui eksplorasi lingkungan fisik dan permainan imajinatif tereduksi menjadi sekadar mengikuti pola yang sudah terprogram dalam aplikasi digital.
Selain masalah penglihatan dan postur tubuh, anak-anak yang terlalu banyak menghabiskan waktu dengan gadget cenderung mengalami gangguan pola tidur. Kurangnya aktivitas fisik akibat terlalu lama duduk di depan layar juga berkontribusi pada masalah kesehatan seperti obesitas dan keterlambatan perkembangan motorik.
Lebih jauh lagi, normalisasi gadget pada anak usia dini dapat menciptakan ketergantungan teknologi sejak dini. Kondisi ini dapat membentuk generasi yang rapuh, kurang tangguh dalam menghadapi tantangan, dan memiliki ketergantungan tinggi pada teknologi untuk menjalani kehidupan sehari-hari. (Sherly Sri Damai R, Mahasiswa Universitas Andalas)