PARIAMAN-Pantai Gandoriah di Pariaman, Sumatera Barat menjadi destinasi wisata yang ramai dikunjungi wisatawan lokal maupun luar daerah. Keindahan alamnya, berpadu dengan aktivitas perdagangan di sekitarnya, menjadikannya pusat ekonomi yang menggeliat.
Salah satu pelaku ekonomi yang merasakan manisnya geliat pariwisata di Pantai Gandoriah adalah para pedagang pakaian. Mereka menawarkan beragam jenis baju, mulai dari pakaian pantai yang bertulisan Pariaman sebagai oleh oleh khas dari pengunjung Ketika berkunjung ke pantai itu.
Ahmad, seorang pedagang baju yang berjualan sejak 2013 mengatakan, penjualan baju sekarang sepi semenjak Covid-19 pengunjung pantai yang datang sedikit dan itu sangat menpengaruhi penjualan.
Ahmad menyatakan, kondisi sepi pengunjung ini diperparah juga dengan terjadinnya bencana di daerah Sumatera Barat berupa galodo beberapa waktu lalu yang membuat pengunjung lokal yang mengunjungi pantai kian berkurang.
Pedagang lainnya, Emi dan Edi yang berjualan sejak 2014 yang juga merupakan pedagang baju menyatakan, dulu saat pembangunan destinasi wisata di Pantai Gandoriah, pemerintah menjanjikan pembangunan fasilitas baru yang lebih modern.
“Salah satu janji yang mencuat adalah penyediaan tempat berjualan bagi para pedagang baju. Proses pendataan dilakukan, dan nama-nama pedagang yang layak menerima fasilitas baru sudah dicatat,” kata dia.
Bagi pedagang baju, ini menjadi secercah harapan di tengah keterpurukan. Mereka membayangkan bisa kembali berdagang dengan lebih nyaman di lokasi yang strategis. Dengan adanya fasilitas baru, mereka berharap Pantai Gandoriah akan kembali ramai dan roda ekonomi dapat berputar seperti sedia kala.
kenyataan yang terjadi jauh dari harapan. Setelah pembangunan selesai, tempat-tempat yang dijanjikan ternyata hanya diperuntukkan bagi pedagang makanan dan minuman.
Nama-nama pedagang baju yang sebelumnya telah didata justru tidak muncul dalam daftar penerima kios atau lapak baru tersebut. Kekecewaan melanda mereka yang merasa telah diabaikan.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa nama-nama yang sudah didata tidak masuk dalam daftar penerima fasilitas? Para pedagang baju menduga ada ketidakadilan atau ketidaktulusan dalam proses pendistribusian lapak.
Beberapa dari mereka bahkan mengaku sudah berulang kali mendatangi pihak terkait untuk menanyakan perihal ini, tetapi jawaban yang mereka dapatkan tidak memuaskan.
Dengan tidak adanya tempat yang layak untuk berdagang, pedagang baju terpaksa menjual dagangannya di pinggir jalan. Kondisi ini jauh dari ideal.
Selain harus bersaing dengan para pedagang makanan dan minuman yang menempati kios resmi, mereka juga menghadapi tantangan lain, seperti cuaca buruk seperti badai yang menubuat mereka harus menutup lapak dan tidak berdagang di hari itu, keamanan barang dagangan, dan akses pelanggan yang terbatas.
Meskipun kekecewaan itu mendalam, para pedagang baju tetap menyimpan harapan kondisi ini dapat berubah. (Yupita Apriyani, Mahasiswa Prodi Sejarah Universitas Andalas)