YOGYAKARTA-Pameran bertajuk memetri di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas Universitas Gadjah Mada (UGM) digelar 8 – 19 Oktober 2024.
Pameran ini menghadirkan perpaduan antara seni, budaya, dan kearifan lokal dalam menyikapi krisis iklim. Pameran diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Habitat Dunia dan Hari Kota Dunia, acara ini mengangkat tema besar jaga iklim, jaga masa depan.
Pameran ini menjadi wadah kolaborasi antara seniman-seniman ARTJOG, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pegiat lingkungan, dan 13 komunitas, untuk membagikan pengalaman dan gagasan tentang pemeliharaan lingkungan berbasis budaya lokal.
Kurator pameran, Yoshi Fajar Kresno Murti menjelaskan, memetri berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti memelihara, memuliakan dan menghormati.
Pameran memetri terinspirasi oleh tantangan iklim yang semakin mendesak akibat pola hidup modern yang mengesampingkan harmoni dengan alam.
“Semua sektor kehidupan terpengaruh oleh perubahan iklim, dari siklus pertanian hingga perdagangan,” ujar Yoshi.
Menurutnya, untuk memitigasi dampak krisis iklim, kita perlu mengembalikan pola pikir “memetri,” yaitu menjaga alam dengan kearifan yang diwariskan nenek moyang.
Konsep telatah, mongso, bantala (wilayah, siklus waktu, dan tanah) yang diusung dalam pameran menggambarkan keterkaitan antara manusia, alam dan siklus kehidupan.
Pameran ini menjadi refleksi tentang bagaimana pengetahuan masa lalu dapat dijadikan panduan dalam menghadapi perubahan iklim yang semakin ekstrem.
Dua di antara 13 komunitas yang akan berpartisipasi di pameran memetri adalah Komunitas Wana Nagara dan Komunitas Kalibiru. Kedua komunitas memusatkan aktivitasnya di Yogyakarta.
Kurniawan Adi Saputro, biasa disapa Inong, pendiri Komunitas Wana Nagara, menyoroti peran penting ruang terbuka hijau dalam mitigasi krisis iklim, khususnya di wilayah perkotaan seperti Yogyakarta.
Menurut Inong, kondisi kota yang didominasi oleh bangunan beton memperparah efek pemanasan global, terutama dalam hal suhu permukaan yang tinggi.
“Kami membayangkan kota yang benar-benar hijau, di mana ruang terbuka hijau tidak sekadar tempat bermain yang bersemen, melainkan ruang yang alami dengan vegetasi yang tumbuh bebas,” tuturnya .
Inong dan komunitasnya telah memulai inisiatif penanaman hutan kota di daerah Pugeran, Yogyakarta, untuk mengurangi tingginya suhu permukaan dan menjaga ekosistem. Mereka berupaya mewujudkan kota yang lebih ramah lingkungan dengan memperkenalkan konsep ‘hutan kota” yang nantinya bisa berkembang menjadi “kota hutan”.
Informasi seputar pameran memetri bisa disimak di akun instagram @habitat.ina. (*)