Oleh Boy Purbadi
Perseteruan antara kepengurusan KONI Sawahlunto periode 2024-2028 dengan 33 cabang olahraga pengusung musorkotlub terus berlanjut. Kali ini memasuki babak baru yang melebar ke arah proses hukum dengan adanya pengaduan terhadap penggunaan anggaran KONI Sawahlunto selama ini yang diterima oleh salah satu cabang olahraga.
Permasalahan ini berawal jauh hari sebelumnya, tepatnya Sabtu 23 Desember 2023 ketika Musorkot KONI Sawahlunto dilaksanakan karena berakhirnya masa kepengurusan KONI periode 2019-2023 dan benih perseteruan tersebut sudah muncul ke permukaan.
Dalam musorkot yang digelar di gedung DPRD Sawahlunto tersebut justru berlangsung panas dengan tereliminasinya salah satu calon ketua umum yang diusung cabang olahraga pendukung. Mereka menganggap persyaratan yang dibuat penitia dalam hal ini steering comitee dengan merujuk Surat Keputusan Nomor 6 Tahun 2023 yang dikeluarkan Ketua KONI Sawahlunto dengan memaksakan salah satu klausul dalam persyaratan untuk menjadi ketua bertentangan dengan Pasal 27 Anggaran Dasar dan Rumah Tangga KONI tentang Persyaratan Calon Ketua Umum.
Lebih buruk lagi, persyaratan tersebut mereka anggap telah melanggar Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 tentang kebebasan berkumpul dan berserikat yang dijamin oleh negara serta Undang-Undang Nomor 39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Guna menghindari suasana gaduh yang semakin tidak terkendali saat musorkot berlangsung pada waktu itu. Mereka dengan legowo dan penuh sportif, cabor pendukung yang menolak diberlakukannya persyaratan calon ketua yang melanggar AD/ART tersebut, dengan jalan walk out dari ruangan rapat dan memperjuangkan haknya melalui cara yang lebih beradab dengan mengajukan mosi tidak percaya terhadap hasil musorkot tersebut yang menetapkan ketua terpilih secara aklamasi dan hanya dihadiri 12 cabang olahraga pendukung, jauh dari 2/3 persyaratan untuk mengambil keputusan dalam rapat yang diatur AD/ART KONI.
Selang dua bulan setelah musorkot, tepatnya bulan Februari 2024, setelah melalui proses yang alot dari keduabelah pihak yang berseteru akhirnya KONI Sumatera Barat melalui Surat Keputusan Nomor 55.2024 sahkan kepengurusan KONI Sawahlunto periode 2024-2028.
Menyikapi hal tersebut, merasa aspirasi dan keinginan yang telah disalurkan melalui mekanisme dan prosedur yang jelas dan benar tidak digubris KONI Sumbar.
Maka cabor penolak SK tersebut melakukan konsolidasi dalam sebuah Forum Penyelamatan Olahraga Sawahlunto dan disepakati 33 cabang olahraga mengambil langkah untuk mengajukan musorkotlub terhadap kepengurusan yang baru dilantik, dengan alasan SK kepengurusan tersebut keluar dari rangkaian proses dan mekanisme yang cacat hukum sejak Musorkot digelar. Hal ini merujuk pasal 30 ayat (3) dan ayat (4) Anggaran Dasar KONI.
Merasa benar dan memiliki legalitas secara aturan melalui SK kepengurusan yang telah diterbitkan KONI Sumbar membuat pengurus KONI Sawahlunto yang memiliki SK tersebut meradang dan memberikan perlawanan serta penolakan terhadap pengusulan Musorkotlub tersebut.
Oleh karena tidak adanya kesepakatan dari kedua belah pihak untuk menyelesaikannya secara aturan walaupun KONI Provinsi Sumbar sudah mencoba melaksanakan mediasi dan dihadiri ketua umum, Dalam mediasi dinyatakan persyaratan pengajuan musorkotlub telah terpenuhi berdasarkan AD/ART KONI dan berdasarkan pasal 30 ayat (5) Anggaran Dasar dapat dilaksanakan, namun KONI Sumbar tidak mengambil sikap tegas dan terkesan sengaja untuk mengulur konflik ini dengan meminta kepada KONI Pusat untuk memutus perseteruan tersebut yang sampai hari ini belum ada keputusan.
Kami meyakini akibat perseteruan yang tidak berkesudahan ini dan telah melumpuhkan pembinaan olah raga di Sawahlunto dalam enam bulan terakhir, merupakan pemicu semakin meruncingnya permasalahan dimaksud dan berdasarkan informasi yang kami terima dari sumber cukup terpercaya, ada laporan terhadap salah satu cabang olahraga pengusung calon ketua umum yang tereliminasi kepada aparat penegak hukum terhadap adanya dugaan penggunaan anggaran KONI yang tidak sesuai dengan prosedur dan peruntukannya.
Pada prinsipnya kita sepakat dan mendukung apapun bentuk penyelewengan atas keuangan negara harus diselesaikan sesuai aturan dan prosedur yang berlaku.
Namun dari rangkaian kronologis yang disampaikan di atas, tidak bisa dipungkiri laporan tersebut jelas memiliki tendensius dengan target tertentu untuk membidik orang tertentu dengan dalih upaya untuk penyelamatan keuangan negara dalam hal ini dana hibah yang diberikan kepada KONI Sawahlunto.
Sejatinya, sebuah proses penegakan hukum yang baik dan benar harus berjalan di luar kepentingan, baik kepentingan pribadi, jabatan maupun politik.
Kalau boleh jujur, laporan ini dapat dijadikan sebagai pintu masuk untuk melakukan audit investigasi terhadap seluruh anggaran KONI Sawahlunto dalam periode kepengurusan 2019-2023, sehingga tidak ada tebang pilih dalam proses penegakan hukum dengan konsekwensi siapa yang berbuat, maka harus dapat mempertanggungjawabkanya. Karena dugaan tindak pidana korupsi bukanlah delik aduan melainkan delik biasa dan dapat diproses oleh aparat penegak hukum sekalipun tanpa adanya laporan dari masyarakat.
Sudah kewajiban kita bersama untuk mengawal jalanya proses hukum yang tengah berlangsung agar berjalan sesuai aturan dan koridornya.
Namun jika prosesnya hanya terhenti pada satu titik dan satu tujuan seperti yang kami sebutkan di atas, sangat diragukan kredibilitas dan kejujurannya apalagi di tahun politik sekarang ini justru akan membuat gaduh dan menimbulkan persepsi macam-macam di tengah masyarakat Sawahlunto.
*) Penulis adalah advokat dan praktisi hukum sekaligus Ketua Percasi Sawahlunto