SOLOK-Sukses itu butuh proses. Sukses tak datang dengan tiba-tiba. Sukses diraih dengan kerja keras serta tekad yang kuat untuk mengubah keadaan. Sukses tak datang tiba-tiba, harus direngkuh dengan perjuangan panjang.
Contoh sukses itu dibuktikan oleh Bupati Solok, Epyardi Asda. Dia kini merupakan Bupati Solok periode 2019-2024. Sukses yang ia raih, diakuinya lantaran doa sang ibunya.
Epyardi yang kini dikenal sebagai pengusaha dan politisi, dulunya berasal dari keluarga sederhana, bahkan boleh dikatakan hidup susah.
“Saya anak petani miskin. Bapak saya kusir bendi. Ibu saya pedagang beras keliling,” ujar Epyardi Asda, mengenang masa lalu.
Epyardi Asda termasuk keuarga besar, 12 bersaudara. Empat saudaranya meninggal dunia karena busung lapar. “Kalau saya ingat itu, saya jadi sedih. Ibu saya berdagang ke mana-mana,” kata Epyardi.
Kisah hidupnya ini pernah disampaikan Epyardi Asda pada wisuda UNP 27 September 2023 di Padang dan tayang di UNP TV.
Epyardi Asda menyampaikan cerita itu di hadapan ribuan wisudawan di Universitas Negeri Padang (UNP).
Melihat kondisi keluarganya, Epyardi melakukan sesuatu bagi orang tuanya. Pada 1985, setelah diwisuda, ia berangkat meninggalkan kampung halamannya untuk merantau ke Singapura dengan uang pinjaman.
Saat itu, ia merupakan anak buah kapal. Ia naik kapal ikan menuju Singapura. Dari Sumatera Barat ia pergi ke Tanjung Pinang, lalu menumpang dengan kapal ikan sampai ke Batam.
Di Batam, papar Epyardi Asda, ia mengurus bebas fiskal karena dia tidak punya uang sama sekali. Hanya dipinjami uang untuk sekadar hidup.
Sesampainya di Singapura, Epy berkeliling ke berbagai tempat. “Alhamdulillah, karena niat saya ingin membantu ibu saya, mambangkik batang tarandam, Allah mempermudah untuk mendapatkan pekerjaa,” kata dia.
Setelah mendapatkan pekerjaan, Epyardi menelepon orang yang ia pinjami uang untuk berangkat ke Singapura. Ia memberi tahu orang tersebut, kalau ia sudah mendapatkan pekerjaan, tetapi gaji pertamanya ia gunakan bukan untuk membayar utang, melainkan ia serahkan seluruhnya kepada ibunya.
“Orang tersebut setuju dengan permintaan saya. Pada bulan kedua ia bekerja, barulah utang tersebut dibayar,” tutur Epyardi Asda.
Bulan ketiga, jelas Epyardi Asda, dia buatkan sesuatu untuk orang tua saya. “Akhirnya, berkat rahmat Allah, semuanya saya lalui. Singkat cerita, saya bisa seperti ini karena niat saya untuk menyenangkan hati ibu,” kata dia. (*)